“Aku juga mau pohon Natal,” pinta anakku beberapa hari yang lalu. Rupanya, ia tidak puas hanya mendengar lagu-lagu Natal.
Setelah tertunda terus, akhirnya, kemarin malam, aku dan suami sepakat untuk memenuhi keinginan anak kami. Kardus berisi pohon Natal diturunkan dari atas lemari.
Masalah terjadi, ketika aku mencari lampu Natal dan aksesori Natal lainnya yang selama 9 tahun hanya jadi penghuni lemari barang di gudang. Kami memang tidak merasa pohon Natal adalah suatu keharusan. Rupanya, karena aku lalai mengangin-angini lemari, kawanan rayap telah menguasai lemari barang kami di gudang. Kotak-kotak pembungkus barang hancur digerogoti rayap. Dan kotak lampu Natal kami nyaris mengalami hal yang serupa jika saja kemarin malam aku tidak mengeluarkannya dari lemari. Perlu tenaga ekstra dan waktu lama untuk membereskan hasil ulah para rayap. Syukurlah, setelah dibersihkan, semua perlengkapan Natal itu ternyata masih bisa digunakan.
Kegiatan memasang pohon Natal pun dimulai. Aku dan gadis kecilku yang jadi tim kreatif, sedangkan suami jadi pengamat dan juru potret.
“Mami, enggak muat,” anakku melaporkan masalahnya. Rupanya, lubang di tangkai bola-bola Natal lebih kecil dari ukuran ujung-ujung dahan pohon Natal, tempat hiasan-hiasan itu akan digantung.
Aku menunjukkan kepadanya cara menggantungkan. Tak lama kemudian, ia kembali asyik melanjutkan aktivitasnya.
Namanya juga anak-anak. Anakku menghias pohon Natal tanpa pertimbangan, harus begini atau begitu, layaknya orang dewasa. Alhasil, ada sisi yang penuh hiasan, ada sisi yang kosong. :)
"Ayo, gantung di sebelah sini bola-bola yang masih tersisa," ajakku.
Meski ukuran pohon Natal kami sedang-sedang saja, ketika tiba giliran untaian bulu (Gak tahu nama sebenarnya apa … hehehe) dan lampu Natal disampirkan ke pohon Natal, anakku sudah mulai bosan dan lelah. Soalnya, kami terlambat memulai kegiatan itu dan menghias pohon Natal tidak bisa sambil duduk. Harus berdiri. Akhirnya, aku bekerja sendirian.
Namun, setelah pohon Natal jadi dan musik Natal terdengar mengiringi kelap-kelip lampu pohon, anakku kembali semangat. Ia berjoget-joget di depan pohon Natal sambil tertawa-tawa melihat pantulan wajahnya di salah satu bola Natal.
Dan malam itu, kami bertiga tidur larut setelah puas mendengarkan musik Natal dan memandangi lampu berwarna-warni yang berkelap-kelip di pohon Natal pertama kami.
Setelah tertunda terus, akhirnya, kemarin malam, aku dan suami sepakat untuk memenuhi keinginan anak kami. Kardus berisi pohon Natal diturunkan dari atas lemari.
Masalah terjadi, ketika aku mencari lampu Natal dan aksesori Natal lainnya yang selama 9 tahun hanya jadi penghuni lemari barang di gudang. Kami memang tidak merasa pohon Natal adalah suatu keharusan. Rupanya, karena aku lalai mengangin-angini lemari, kawanan rayap telah menguasai lemari barang kami di gudang. Kotak-kotak pembungkus barang hancur digerogoti rayap. Dan kotak lampu Natal kami nyaris mengalami hal yang serupa jika saja kemarin malam aku tidak mengeluarkannya dari lemari. Perlu tenaga ekstra dan waktu lama untuk membereskan hasil ulah para rayap. Syukurlah, setelah dibersihkan, semua perlengkapan Natal itu ternyata masih bisa digunakan.
Kegiatan memasang pohon Natal pun dimulai. Aku dan gadis kecilku yang jadi tim kreatif, sedangkan suami jadi pengamat dan juru potret.
“Mami, enggak muat,” anakku melaporkan masalahnya. Rupanya, lubang di tangkai bola-bola Natal lebih kecil dari ukuran ujung-ujung dahan pohon Natal, tempat hiasan-hiasan itu akan digantung.
Aku menunjukkan kepadanya cara menggantungkan. Tak lama kemudian, ia kembali asyik melanjutkan aktivitasnya.
Namanya juga anak-anak. Anakku menghias pohon Natal tanpa pertimbangan, harus begini atau begitu, layaknya orang dewasa. Alhasil, ada sisi yang penuh hiasan, ada sisi yang kosong. :)
"Ayo, gantung di sebelah sini bola-bola yang masih tersisa," ajakku.
Meski ukuran pohon Natal kami sedang-sedang saja, ketika tiba giliran untaian bulu (Gak tahu nama sebenarnya apa … hehehe) dan lampu Natal disampirkan ke pohon Natal, anakku sudah mulai bosan dan lelah. Soalnya, kami terlambat memulai kegiatan itu dan menghias pohon Natal tidak bisa sambil duduk. Harus berdiri. Akhirnya, aku bekerja sendirian.
Namun, setelah pohon Natal jadi dan musik Natal terdengar mengiringi kelap-kelip lampu pohon, anakku kembali semangat. Ia berjoget-joget di depan pohon Natal sambil tertawa-tawa melihat pantulan wajahnya di salah satu bola Natal.
Dan malam itu, kami bertiga tidur larut setelah puas mendengarkan musik Natal dan memandangi lampu berwarna-warni yang berkelap-kelip di pohon Natal pertama kami.
Posting Komentar
Posting Komentar