Seperti
biasa, kemarin malam, anak saya meminta saya membacakan cerita dari buku “105
Cerita Alkitab Anak Kecil” terbitan PT BPK Gunung Mulia. Sebetulnya, ia sudah
bisa membaca. Namun, tampaknya mendengarkan saya membacakan buku itu kepadanya sambil
berbaring, lebih menyenangkan baginya.
Biblelessonsite.org |
“Elia
Mengunjungi Seorang Janda” jadi pilihannya kemarin malam. “Aku mau dengar lagi.
Ceritanya bagus,” celetuknya, memberi alasan sebelum ditanya.
Saya
mulai bercerita.
Dikisahkan, atas perintah Allah, Elia
pergi ke Sarfat. Di pintu gerbang kota itu, Elia bertemu dengan seorang janda yang
sedang mengumpulkan kayu bakar.
“Maukah kau memberiku sedikit air
dan sepotong roti?” tanya Elia.
“Aku tidak punya roti sedikit pun,”
sahut janda itu sedih. “Aku hanya punya segenggam tepung dan sedikit minyak.
Dengan kayu ini, aku akan mengolah tepung dan minyak itu jadi makanan terakhirku
dan anakku. Setelah itu, kami akan mati.”
“Janganlah takut,” Elia memberi
harapan. “Pulanglah. Buatlah pertama-tama sepotong roti untukku. Setelah itu,
buatlah untukmu dan anak lelakimu. Tepung dalam tempat tidak akan habis. Minyak
dalam buli-buli pun tidak akan berkurang sampai Tuhan menurunkan kembali hujan.”
Janda itu menuruti perkataan Elia.
Dan sejak hari itu, selalu ada makanan untuk Elia, sang janda dan anaknya.
Eatacd.com |
“Tuhan
baik, memberi mereka makan,” saya menyimpulkan. “Mereka tidak kelaparan lagi.”
“Aku
minta uang banyak, enggak dikasih,” protes anak saya, seakan melihat ada suatu ketidakadilan.
Sementara
itu, dalam hati saya terheran-heran, bagaimana anak saya yang masih TK, sudah
bisa mengajukan pernyataan seperti itu.
“Aku
ingin punya uang banyak supaya bisa beli banyaaak mainan yang mahal-mahal.”
“Kan
mainan kamu sudah banyak.”
Dia
terdiam.
“Tidak
semua permintaan kita diberikan Tuhan,” kata saya lagi.
“Berarti
Tuhan berbohong!”
“Kalau
janda itu kan memang benar-benar miskin,” saya berusaha memberi penjelasan.
“Tuhan
enggak kasih aku uang,” suaranya terdengar sedih. Ia mengucek-ngucek matanya.
Saat kantuk mendera, perasaan anak saya jadi jauh lebih sensitif.
“Tuhan
memang enggak langsung kasih kamu uang, tapi lewat orang lain,” saya berusaha
menghiburnya. “Misalnya, kamu minta uang dari opung. Kalau opung punya uang,
kamu akan diberi.”
“Tuhan
juga beri kita uang lewat pekerjaan. Kalau kita bekerja, kita dapat uang.”
Akhirnya,
percakapan kami terhenti sampai di situ karena saya memintanya untuk tidur.
**
Saya
dan sebagian besar dari kita, juga sering merasa bahwa Tuhan tidak adil. Tuhan
tidak adil ketika permintaan kita kepada-Nya agar Dia memberi kita sesuatu yang
lebih dari yang kita punya sekarang, tidak Ia penuhi.
Kenyataan
di sekitar kita juga seakan menjadi bukti ketidakadilan tersebut. Ada orang
yang gonta-ganti pekerjaan dengan mudahnya, sementara orang lain susah setengah
mati mendapatkan pekerjaan.
Ada
orang yang mudah hamil di luar nikah, sementara banyak pasangan suami istri yang berusaha
mati-matian, tidak kunjung mendapatkan keturunan.
Ada
orang yang gajinya setinggi langit, sementara gaji orang lain di bawah UMR.
Ada
orang yang gonta-ganti pacar, sementara orang lain tak jua punya pacar.
Dan
kalau diteruskan, daftar ini akan makin panjang ….
**
Cerita
tentang Elia diberi makan oleh seorang janda miskin adalah salah satu bukti
bahwa bagi Tuhan tidak ada yang mustahil. Persediaan bahan makanan yang tadinya
akan habis, kini selalu tersedia. Seorang janda yang secara nalar, akan segera
mati karena kehabisan makanan, bisa memberi makan orang lain.
Cerita
tersebut mengajak kita untuk percaya bahwa Tuhan sanggup memelihara kita. Tuhan
sanggup menolong kita saat kita berada dalam posisi yang sangat tidak
menguntungkan. Namun, dengan cara-Nya sendiri.
Tuhan berkata tegas dalam Amsal 19:21, “Banyaklah rancangan di hati manusia,
tetapi keputusan TUHANlah yang terlaksana.” Juga dalam Yesaya 55:8, “Sebab
rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah
firman TUHAN.” Bahkan, dalam Yesaya 55:9
Ia jelas-jelas menyatakan bahwa pikiran kita manusia sangatlah berbeda dengan
pikiran-Nya, “Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya
jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu.”
Cara-Nya
bekerja seringkali membuat kita kesal, marah dan taksabar karena kita tidak
tahu bagaimana Ia akan menolong kita. Kita tidak suka ketidakpastian dalam
menunggu. Namun, apa boleh buat. Kita hanyalah salah satu ciptaan-Nya. Kita hidup
hanya karena Ia bersedia memberi kita kehidupan.
Clgonline.org |
Dalam
Yakobus 2:22 Ia meminta kita untuk memiliki iman dan bertindak sesuai
kehendak-Nya, “Kamu lihat, bahwa iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan
dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna.”
Satu
hal yang pasti, dalam Yeremia 29:11,
kita bisa menemukan janji-Nya, “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan
apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan
damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari
depan yang penuh harapan.”
Posting Komentar
Posting Komentar