Akhir
pekan lalu saya menonton sebuah film. Film apa, nanti akan saya ceritakan dalam
tulisan yang lain.
Dalam
film tersebut ada banyak adegan memilukan. Salah satunya memperlihatkan seorang
laki-laki dewasa (orang Barat) mengajak seorang anak jalanan (perempuan, orang
Timur) ke hotel.
Laki-laki
itu terbukti seorang pedofil karena ia menyimpan foto-foto para korbannya. Para
korban difoto dalam keadaan sadar tanpa busana.
Mengapa
anak-anak rentan menjadi korban kejahatan seksual? Pertama, tentu saja karena
dari ukuran fisik, mereka lebih kecil dan lebih lemah dibandingkan dengan orang
dewasa. Kedua, mereka tidak berdaya melawan karena ketidaktahuan.
Tidak Berdaya Akibat Tidak Tahu
Siapa
saja sumber informasi anak? Yang pertama dan utama tentu orang tua. Baru
orang-orang di luar keluarga, misalnya guru sekolah, guru Sekolah Minggu, guru
ngaji, dan lain-lain.
Apa
jadinya kalau pihak-pihak yang harusnya menjadi sumber informasi anak ternyata
juga minim informasi?
Ini
contohnya. Waktu kecil, potongan rambut saya pendek. Sering pakai atasan kaus
dan bawahan celana monyet. Telinga pun tidak bertindik.
Suatu
hari setelah saya besar, kakak pengasuh saya cerita kalau anak tetangga
(mungkin 8 tahun-an lebih tua dari saya) pernah gak percaya kalau saya perempuan. Dia minta
bukti.
Kakak
pengasuh saya dengan polos memenuhi permintaan anak tetangga itu. Mengapa?
Karena minim informasi.
Kok
bisa-bisanya si anak tetangga minta bukti?
Juga
karena minim informasi. Ia tidak tahu kalau permintaan tersebut keliru dan
tidak patut.
Kok
bisa-bisanya saya tidak protes sama kakak pengasuh saya? Karena
saya tidak tahu kalau saya punya hak untuk berkata tidak; bahwa saya punya
otoritas penuh atas tubuh saya meskipun saya masih kecil.
Berdayakan
Anak dengan Pendidikan Seks yang Benar
Dulu,
paparan pornografi belum sedahsyat sekarang. Mungkin, hanya lewat majalah
impor, yang tentu saja hanya dimiliki segelintir orang. Sekarang? Sangat
gencar. Hanya dengan satu ketukan ujung jari pada layar gadget, orang bisa
memperoleh beragam rupa pornografi dari berbagai pelosok dunia.
Bahkan,
kini, banyak remaja yang punya kebiasaan bertukar gambar diri dengan pose
setengah telanjang sampai telanjang bulat. Tanpa rasa sungkan.
Saat
ini, kita sedang berada dalam lingkungan di mana tubuh tidak lagi dipandang
sebagai bagian dari diri manusia yang harus dihormati dan dimuliakan. Manusia
dan tubuhnya menjadi obyek kesenangan. Norma kesusilaan dan kesopanan semakin
dipinggirkan.
Adalah
tugas kita para orang tua dan orang dewasa untuk sejak dini memberikan
pengetahuan kepada anak-anak tentang tubuh manusia sesuai perkembangan usia
mereka. Mereka wajib tahu bagaimana memperlakukan, merawat, menjaga
(menghormati) tubuh sendiri. Dan kemudian, menghormati tubuh orang lain.
Berdayakan
mereka.
Itulah
yang mendorong saya menuliskan buku cerita anak berjudul Mei Mei Jadi Pengawas. [Nancy]
Salah satu dari 5 judul Seri Kini Aku Tahu / Foto: Dok. Pribadi |
Posting Komentar
Posting Komentar